Isi Kitab Sutasoma ada Bhineka Tunggal Ika
Kitab Sutasoma merupakan peninggalan sejarah berupa karya sastra yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14.
Kakawin ini ditulis pada masa keemasan Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Hayam Wuruk.
Diperkirakan kitab Sutasoma disusun antara tahun 1365-1389 karena lebih muda dari kitab Negarakertagama yang selesai tahun 1365.
Isi Kitab Sutasoma menceritakan kisah Pangeran Sutasoma. Selain itu juga mengajarkan toleransi beragama, terutama antara umat Hindu dan Buddha.
Kakawin adalah sumber inspirasi bagi perumusan semboyan nasional, Bhinneka Tunggal Ika.
Kakawin Sutasoma ditulis dalam aksara Bali dalam bahasa Jawa Kuno, dengan bahan naskah yang terbuat dari daun lontar.
Buku yang berukuran 40,5 x 3,5 cm ini memuat 1.210 bait dalam 148 kanton.
Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya
Isi Kitab Sutasoma
Kitab Sutasoma berisi kisah tentang upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Buddha untuk mempertahankan dharma.
Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih memilih mendalami agama Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya sebagai raja.
Jadi suatu malam Sutasoma pergi ke hutan untuk bermeditasi di sebuah kuil dan menerima berkah.
Sutasoma kemudian pergi ke Himalaya dengan beberapa pendeta.
Ketika pangeran tiba di sebuah pertapaan, pangeran mendengarkan cerita tentang raja, reinkarnasi dari raksasa bernama Prabu Purusada, yang suka memakan daging manusia.
Para pendeta dan Batari Pretiwi membujuk Sutasoma untuk membunuh Prabu Purusada. Namun Sutasoma menolak karena ingin melanjutkan perjalanan.
Di tengah perjalanan, sang pangeran bertemu dengan raksasa berkepala gajah pemakan manusia dan seekor naga. Raksasa dan naga yang ingin memangsa Sutasoma ditundukkan.
Setelah mendengar khotbah Sutasomas tentang agama Buddha, keduanya setuju untuk menjadi muridnya.
Pangeran juga bertemu dengan seekor harimau yang sedang memakan anaknya sendiri.
Sutasoma mati karena rela menjadi mangsa harimau. Kemudian datanglah Batara Indra dan Sutasoma dihidupkan kembali.
Ada sepupu Sutasoma bernama Prabu Dasabahu, berperang dengan orang-orang Raja Kalmasapada (Purusada).
Anak buah Raja Kalmasapada kalah dan meminta perlindungan Sutasoma.
Prabu Dasabahu yang terus mengejarnya, akhirnya mengetahui bahwa Sutasoma adalah sepupunya, dan diundang ke negaranya dan menjadi saudara iparnya.
Setelah kembali ke Astina, Sutasoma dinobatkan menjadi raja dengan gelar Prabu Sutasoma.
Cerita berlanjut dengan cerita Prabu Purusada dalam menepati janji kepada Batara Kala agar bisa sembuh dari penyakitnya.
Purusada telah mengumpulkan 100 raja, tetapi Batara Kala tidak mau memakannya.
Prabu Sutasoma rela menjadi santapan Batara Kala dengan imbalan 100 raja yang disita Purusada.
Mendengar permintaan Raja Astina, Purusada menyadari tindakannya dan berjanji tidak akan memakan daging manusia lagi.
Bhinneka Tunggal Ika
Kakawin Sutasoma dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam rumusan semboyan bangsa, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Kutipan kalimat Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Kakawin Sutasoma dalam pupuh 139 bait 5 beserta bunyinya.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinnêki rakwa ring apan ramt af parwanosenMango ng Jinatwa kalawan Siwatatwa Tunggal Bhinnêka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa meskipun Buddha dan Siwa berbeda, mereka dapat dikenali. Karena kebenaran Buddha dan Siwa adalah satu. Berbeda, tetapi tunggal karena tidak ada kebenaran yang ambigu.
Ketika setiap kata diterjemahkan, Bhinneka berarti beragam, tunggal berarti satu dan ika berarti itu.
Jadi makna Bhinneka Tunggal Ika berbeda tapi tetap satu.